Mahasiswa Unhas Ciptakan Inovasi Penghantaran Obat Baru untuk Penderita Skizofrenia
Oktober 16, 2025
MAKASSAR, Foxnesia.com - Skizofrenia masih menjadi salah satu masalah kesehatan mental yang kompleks dan memerlukan perhatian serius.
Berdasarkan data WHO tahun 2022, terdapat lebih dari 24 juta penderita skizofrenia di dunia, dengan sekitar 2,4 juta di antaranya meninggal akibat bunuh diri.
Di Indonesia, kasus skizofrenia juga menunjukkan peningkatan, mencapai 1,9 juta kasus pada tahun 2023.
Hingga kini, belum ada obat yang mampu menyembuhkan skizofrenia secara total. Namun, penyakit ini dapat dikontrol dengan obat antipsikotik, salah satunya risperidone yang menjadi lini pertama terapi.
Selama ini, risperidone diberikan secara oral atau dalam bentuk long acting injection. Kedua bentuk tersebut memiliki keterbatasan, seperti frekuensi pemakaian yang tinggi, efek samping metabolik, serta kesulitan menembus sawar darah otak.
Sebagai langkah inovatif, tim mahasiswa Universitas Hasanuddin berupaya mencari solusi terhadap kendala tersebut melalui pengembangan sistem penghantaran obat berbasis sustained-release nanoparticle (SR-NP) berbahan kopolimer PEG-PCL yang diintegrasikan ke dalam separable nasal microneedle (SNMs).
Teknologi ini dirancang agar obat dilepaskan secara perlahan dan langsung menuju otak melalui rongga hidung, sehingga frekuensi penggunaan dapat dikurangi hingga satu kali dalam tujuh hari sekaligus menurunkan risiko efek sistemik.
Tim peneliti terdiri atas Christopher Kosasi (ketua, Fakultas Farmasi), serta anggota Nur Izzah Khairani (Farmasi), Nun Salsabila Maddeppungeng (Farmasi), Nur Annisa Rahman (Kedokteran), dan Asqa Fikriyyah (Biologi), dengan bimbingan dari Prof. Andi Dian Permana.
Inovasi ini diberi judul “Tebas Skizofrenia: Terobosan Sistem Nanocarrier Sustained Release Nanoparticle Terakselerasi Separable Nasal Microneedle sebagai Peningkat Selektivitas Penghantaran Risperidone Menuju Otak.”
Christopher Kosasi menjelaskan bahwa ide penelitian ini lahir dari rasa keprihatinan terhadap kondisi pasien skizofrenia yang sering mengalami kesulitan dalam menjalani terapi.
Ia menyebut, timnya ingin menghadirkan inovasi yang tidak hanya efektif dari sisi farmakologis, tetapi juga mampu memberikan kenyamanan dan harapan baru bagi pasien.
Menurutnya, skizofrenia bukan akhir dari segalanya, dan kemajuan teknologi farmasi seharusnya dapat membantu penderita menjalani kehidupan yang lebih baik.
Penelitian dilakukan selama kurang lebih empat bulan di Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin. Tim mendapat dukungan fasilitas yang memadai serta bimbingan intensif dari dosen pembimbing.
Proses penelitian mencakup tahap persiapan bahan, pembuatan formula, pengujian awal, hingga analisis karakteristik fisik dan keamanan.
Seluruh rangkaian kegiatan juga telah mendapatkan persetujuan etik dari Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Salah satu anggota tim, Nur Izzah Khairani, menyampaikan bahwa penelitian ini memberikan pengalaman berharga bukan hanya dari sisi ilmiah, tetapi juga kemanusiaan.
“Selama menjalankan riset ini, kami banyak belajar bukan hanya tentang sistem penghantaran obat, tetapi juga tentang nilai kemanusiaan. Ternyata, stigma terhadap penderita skizofrenia masih sangat kuat di masyarakat," tuturnya.
Selain fokus pada penelitian ilmiah, tim juga aktif mendokumentasikan perjalanan riset mereka melalui media sosial seperti Instagram dan TikTok.
Langkah ini dilakukan sebagai bentuk transparansi dan publikasi kegiatan, sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya memahami dan mendukung penderita gangguan mental.
Hingga saat ini, penelitian telah memasuki tahap akhir dengan sebagian besar target luaran berhasil dicapai. Tim tengah menyiapkan publikasi ilmiah dan laporan akhir untuk diserahkan kepada pihak penyelenggara.
Mereka juga berencana mengajukan perlindungan hak kekayaan intelektual (HKI) atas inovasi tersebut.
Meski demikian, Christopher mengakui bahwa perjalanan riset ini tidak mudah. Padatnya jadwal perkuliahan dan keterbatasan fasilitas menjadi tantangan tersendiri bagi tim.
“Kami bersyukur karena fakultas mendukung penuh kegiatan kami ini dengan memberikan izin untuk mengerjakan di lab hingga malam," ungkapnya sambil tersenyum.
Inovasi ini menjadi bukti bahwa mahasiswa Universitas Hasanuddin mampu menunjukkan kontribusi nyata dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan peningkatan kualitas kesehatan mental di Indonesia.
Melalui penelitian ini, tim berharap dapat memberikan sumbangsih di bidang farmasi sekaligus membawa pesan sosial tentang pentingnya menghapus stigma terhadap penderita gangguan jiwa.
“Kami berharap penelitian ini bisa dikembangkan lebih lanjut dan suatu saat dapat diterapkan secara luas dalam dunia medis,” tutup Christopher.
Haeril