Guru : Peradaban dan Kemerdekaan
Agustus 17, 2025
Wardiman |
OPINI, Foxnesia.com -Arsitek peradaban adalah seorang guru yang berpikir. Ia menanamnya bukan hanya pada angka dan deretan huruf tetapi cara bernalar, menakar, dan bermakna. Maka, setiap kali seorang guru menyalakan api kritis di benak murid maka di sanalah kemandirian hidup secara berulang.
Guru di negeri ini sering kali dipandang sebatas profesi bukan akar yang menumbuhkan pohon berbunga. Padahal, jika tanpa guru di ruang-ruang kelas maka kemerdekaan hanya akan berhenti sebagai teks di kertas bukan kenyataan dalam kehidupan sehari-hari.
Guru adalah garda depan yang menghalau secara menyeluruh dan sistematis. "Bodoh berarti mudah diperalat dan itu adalah bentuk abadi baru"
Kemerdekaan tidak lahir dari ruang hampa. Ia adalah hasil dari perjuangan panjang, darah yang tumpah, serta gagasan yang berulang kali diperjuangkan meski berkali-kali pula ditindas dan diabaikan. Namun, setelah proklamasi 1945 tentu tugas bangsa ini sejatinya tidak berhenti untuk mempertahankan kedaulatan politik. Konsep kemerdekaan sejati bukan sekedar menghilangkan penjajah melainkan membangun peradaban manusia merdeka, yang berpikir bebas, logis, dan berkarakter dalam konsep Tri Dharma Republik Indonesia. Pada titik inilah, guru menjadi dasar dan poros peradaban manusia dalam dunia pendidikan.
Guru bukan sekedar memberi tapi menjaga bara kemerdekaan agar tetap menyala dalam jiwa anak bangsa dan generasi selanjutnya.
Peradaban yang maju hanya lahir dari bangsa yang menghargai guru. Lihatlah, bagaimana negara maju menjadikan guru sebagai benteng utama dan cahaya kehidupan untuk memulai kehidupan seperti Jepang, Tiongkok, Finlandia hingga Singapura. Maka sangat ironis Ketika guru dipinggirkan, disisihkan, dan hanya dijadikan simbol seremoni pada Hari Pendidikan Nasional dan sesungguhnya, bangsa itu sedang menggali lubang kehancurannya sendiri.
Kita semua sepakat bahwa gurulah yang menjaga idealisme itu tetap bernyala dan berkobar agar pemuda tidak kehilangan arah dan bangsa ini tidak kehilangan masa depan. Sebab, tanpa pemuda yang cerdas. tak ada peradaban; tanpa guru yang tegas, tak ada kemerdekaan yang sejati.
Kemerdekaan, dalam pandangan Tan Malaka, harus diwajibkan pada kebebasan berpikir. Itulah sebabnya pendidikan menjadi kunci. Jika kita gagal membangun sistem pendidikan yang memerdekakan maka kemerdekaan hanya akan menjadi simbol kosong. Guru, yang setiap hari berinteraksi dengan anak-anak bangsa merupakan ujung tombak dari sebuah cita-cita yang mulia. Sebagai guru harus berani menanamkan keberanian berpikir, menolak takhayul dan mendidik generasi agar tak mudah diperdaya oleh retorika palsu. Dengan demikian, guru tak hanya mendidik siswa tetapi juga menjaga keutuhan jiwa-jiwa anak bangsa.
Dalam sejarah, banyak pejuang kemerdekaan yang juga berangkat dari dunia pendidikan. Ki Hajar Dewantara dengan Taman Siswa, HOS Tjokroaminoto dengan rumah belajarnya hingga Tan Malaka sendiri yang mengajar sambil bergerilya. Semua itu menunjukkan bahwa pendidikan dan perjuangan adalah satu jiwa dalam tarikan napas.
Guru bukan hanya pengajar di kelas tapi penggerak arah bangsa. Mereka adalah pembangun jembatan antara kemerdekaan peradaban dengan kemerdekaan politik.
Guru dituntut untuk tetap teguh di tengah arus komersialisasi pendidikan, tetap berintegritas di tengah godaan pragmatisme dan tetap berpihak pada kebenaran meski sistem terkadang mengekang. Tapi di sanalah letak kemuliaan seorang guru secara harfiah dan ketulusan: guru bukan hanya pekerja melainkan penjaga masa depan bangsa. Seperti yang diyakini Tan Malaka, pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk mewujudkan kemerdekaan sejati.
Guru adalah penenteng senjata itu dengan melawan kebodohan yang tak pernah benar-benar mati. Maka, sudah saatnya kita memandang guru bukan hanya sebagai profesi administratif tetapi sebagai sutradara dan aktor peradaban. Mereka lah yang menghidupkan kemerdekaan dalam jiwa generasi.
Mereka lah yang memastikan republik ini tak sekadar merdeka dari penjajah asing tapi juga merdeka dari kebodohan, penindasan, dan ketidakadilan.
“Berani menghidupkan nalar adalah benteng terakhir bangsa dari gelombang kebodohan yang dibungkus kecanggihan semu”.
Guru adalah tangan yang mengajarkan rakyat cara berpikir, proses berpikir, etika berpikir dan kebebasan berpikir. kemerdekaan hanya benar-benar bermakna jika rakyat merdeka berpikir.
Kemerdekaan hanyalah ilusi dan peradaban seperti hiasan. Namun dengan guru yang berani maka kemerdekaan ini akan terus tumbuh dan peradaban bangsa akan tegak berdiri dan kokoh pada porosnya. Namun, kita juga harus jujur: banyak guru hari ini masih terkekang oleh sistem yang mengekang kreativitas mereka. Kurikulum yang kerap berubah tanpa arah jelas, administrasi yang menumpuk, serta penghargaan yang lebih sering hanya berupa slogan, membuat guru tidak sepenuhnya merdeka. Padahal, bagaimana mungkin guru bisa melahirkan manusia merdeka jika dirinya saja belum dimerdekakan?
Hari ini kita menyaksikan Indonesia bumi Pertiwi berusia 80 Tahun, dari pelosok desa hinga ke pintu gerbang ibukota. Merah putih berkibar, pekik merdeka bergema dan rasa haru menyatu dalam kebanggaan. Namun, dibalik euforia tiap tahun yang kita laksanakan maka kita sudah sepatutnya merefleksikan diri “Apa yang sudah kita persembahkan untuk negara” lalu bertanya, “Apa yang telah diberikan negara untuk jasa seorang guru?”. Di usia tersebut, bangsa ini seharusnya sudah sangat dewasa serta sadar bahwa peran guru mampu mengubah arah dan menentukan alur peradaban.
Pada akhirnya, peradaban suatu bangsa tidak ditentukan oleh seberapa tinggi gedungnya atau seberapa canggih teknologinya melainkan oleh kualitas dan integritas manusia yang mengisinya. Kualitas itu lahir dari ruang-ruang kelas yang sederhana, dari papan tulis yang penuh coretan, dari suara seorang guru yang tak kenal lelah mengajarkan arti berpikir. Guru adalah wajah bangsa di masa depan. Jika hari ini kita menghormati dan menguatkan guru maka esok kita sedang menyiapkan peradaban yang berdaulat. Tetapi jika guru terus dipinggirkan, maka jangan kaget bila kemerdekaan perlahan kehilangan makna.
“Kemerdekaan hanya dapat dicapai dengan kemerdekaan pikiran.” Guru adalah perwujudan nyata dari kalimat itu. Mereka adalah penjaga api peradaban dan kemerdekaan. Selama guru masih berdiri tegak di depan kelas dengan semangat mendidik, maka selama itu pula bangsa ini akan memiliki harapan untuk terus tumbuh, berdaulat, dan bermartabat di mata dunia.
Penulis : Wardiman, S.Pd., M.Pd.
(Guru SMAN 1 Banjarmasin)
*Tulisan tanggung jawab penuh penulis*