FOXLINE NEWS
Mode Gelap
Artikel teks besar

Koperasi : Solusi atau Ilusi bagi Ekonomi NTT ?

Fitranda Agung Pramuji


OPINI, Foxnesia.com - Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dikenal sebagai wilayah yang kaya akan sumber daya alam dan budaya. 

Dari pesona alamnya yang luar biasa seperti Taman Komodo yang berada di Labuan Bajo, Cagar Alam Mutis yang berada di Kabupaten Timor Tengah Selatan, hingga Danau Kelimutu yang berada di Kabupaten Ende hingga kekayaan hasil pertanian, peternakan, dan kelautan yang melimpah. 

Semua ini merupakan potensi besar yang bisa menjadi kekuatan utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi rakyat. 

Namun sangat disayangkan, di balik semua potensi itu, NTT masih masuk dalam lima besar provinsi termiskin di Indonesia. 

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) per September 2024 menunjukkan tingkat kemiskinan di NTT mencapai 19,02%. Lebih memprihatinkan lagi, angka kemiskinan di pedesaan mencapai 32,02%, sementara di perkotaan sebesar 8,11%. 

Angka ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat NTT, khususnya yang tinggal di desa-desa, masih hidup dalam keterbatasan dan belum menikmati hasil dari kekayaan daerah mereka sendiri.

Dilansir dari Kompas.com, Gubernur terpilih NTT, Emanuel Melkiades Laka Lena, dan Menteri Koperasi dan UKM, Budi Arie Setiadi, berdiskusi mengenai perencanaa kerja sama dalam program "Koperasi Desa Merah Putih". 

Program ini merupakan bagian dari agenda besar Presiden Prabowo Subianto yang bertujuan mengangkat ekonomi desa melalui koperasi. Demikian menjadi pertanyaan sekarang, mengapa harus koperasi?. 

Menurut UU Nomor 25/1992, koperasi merupakan badan usaha yang beranggotakan beberapa orang yang memiliki landasan kegiatannya pada prinsip gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan azas kekeluargaan (Anisa, 2022). 

Koperasi dianggap sebagai bentuk usaha ekonomi rakyat yang sesuai dengan semangat gotong royong dan kekeluargaan,nilai-nilai yang sangat lekat dengan masyarakat NTT. 

Koperasi bukan hanya soal bisnis, tapi juga wadah untuk membangun solidaritas, gotong royong, dan kemandirian ekonomi. Di dalam koperasi, masyarakat bisa bersatu untuk mengelola hasil pertanian, peternakan, kerajinan, atau produk olahan mereka secara kolektif. 

Mereka bisa mendapatkan akses terhadap modal, pelatihan, pasar, dan pendampingan usaha secara bersama-sama.

Solusi atau Ilusi Bagi Ekonomi NTT?

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa banyak koperasi di Indonesia tidak berjalan dengan baik. 

Namun, berdasarkan problematika ini, apakah koperasi benar-benar solusi untuk mengangkat ekonomi masyarakat NTT terkhususnya masyarakat yang berada di pedesaan? 

Ataukah ini hanya ilusi baru dalam bentuk program pemerintah yang terlihat bagus di atas kertas tetapi sulit diterapkan di lapangan? 

Ada koperasi yang hanya aktif saat awal dibentuk lalu mati suri karena tidak dikelola dengan profesional. Banyak juga koperasi yang bermasalah karena pengurusnya tidak transparan dan hanya menguntungkan segelintir orang. 

Bila pola ini berulang di NTT, maka koperasi bukan menjadi solusi, melainkan masalah baru. Jika koperasi hanya dibentuk sebagai formalitas tanpa pendampingan yang kuat, maka pembentukan koperasi tidak memberikan kontribusi sedikitpun bagi perkembangan ekonomi masyarakat. 

Yang lebih dibutuhkan adalah koperasi yang benar-benar aktif, yang mampu memberikan akses modal, pelatihan usaha, dan pemasaran produk kepada anggotanya. 

Tapi semua itu butuh waktu, tenaga, dan keseriusan dari pemerintah. Belum lagi soal infrastruktur. Bagaimana koperasi bisa berkembang jika jalan ke desa masih rusak, listrik sering padam, dan sinyal internet tidak stabil? 

Bagaimana petani bisa menjual produk mereka ke pasar yang lebih luas kalau transportasi saja sulit? Ini masalah nyata yang tidak bisa diselesaikan hanya dengan membentuk koperasi. 

Harus ada pembangunan infrastruktur yang merata agar aktivitas ekonomi bisa bergerak dengan lancar.

Urgensi Pendidikan Koperasi

Pemerintah harus mengubah cara pandangnya terhadap masyarakat desa. Mereka bukan sekadar objek program pembangunan. Masyarakat desa harus dilibatkan sejak awal dalam merancang dan menjalankan koperasi melalui jalan edukasi. 

Mereka harus merasa memiliki, bukan hanya menjalankan instruksi dari atas (pemerintah). Tanpa rasa memiliki, koperasi akan dianggap sebagai proyek pemerintah yang suatu saat akan selesai begitu saja. 

Kita tidak boleh menutup mata terhadap semangat besar di balik program koperasi ini. Tapi kita juga tidak boleh menutup mata terhadap tantangan dan risiko kegagalannya. 

Koperasi bisa menjadi alat pemberdayaan yang luar biasa, jika dikelola dengan serius, diawasi dengan baik, dan dijalankan dengan prinsip kejujuran serta transparansi melalui sistem edukasi yang memadai.

Koperasi bisa menjadi solusi untuk mengangkat ekonomi masyarakat desa di NTT, tapi hanya jika dilakukan dengan sungguh-sungguh dan dengan adanya sinergi (kerja sama) antara pemerintah dan menteri koperasi. 

Pemerintah harus memberikan pendampingan yang berkelanjutan, membangun infrastruktur pendukung, dan melibatkan masyarakat secara aktif. Jangan jadikan koperasi sebagai proyek pencitraan semata. 

Jangan juga memaksakan satu model ekonomi kepada semua daerah tanpa melihat kondisi lokal yang dibutuhkan oleh masyarakat NTT adalah kesempatan untuk berkembang secara mandiri, dengan dukungan nyata dari pemerintah dan semua pihak. 

Jika koperasi benar-benar dikelola sebagai alat untuk kesejahteraan bersama, maka NTT bisa bangkit, tidak hanya sebagai provinsi yang indah, tetapi juga sebagai provinsi yang makmur dan berdaya saing.

Penulis : Fitranda Agung Pramuji
(Mahasiswa Fakultas Filsafat 
Universitas Katolik Widya Mandira Kupang)

Tulisan Tanggung Jawab Penuh Penulis

Tutup Iklan
Hubungi Kami untuk Beriklan