Prabowo Gagal Menjaga Keamanan Nasional, Mahasiswa Hukum di Makassar Desak Mundur
Agustus 31, 2025
MAKASSAR, Foxnesia.com - Gelombang protes atas lemahnya penegakan keamanan di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto semakin meluas.
Dari Makassar, Mahasiswa Hukum menyuarakan kritik keras terhadap kegagalan negara dalam melindungi warganya, menyusul tragedi yang menimpa Affan.
Sebelumnya, ratusan massa gabungan Mahasiswa dan Komunitas Ojek Online (Ojol) turun ke jalan sebagai bentuk protes atas tewasnya Affan.
Korban diketahui meninggal dunia usai dilindas Kendaraan Taktis (Rantis) Brimob dalam sebuah insiden yang memicu amarah publik.
Bagi mahasiswa hukum di Makassar, peristiwa ini adalah bukti nyata negara gagal menjalankan prinsip paling mendasar: melindungi hak hidup warga sipil.
“Dalam perspektif hukum tata negara dan prinsip demokrasi, pemerintah kehilangan legitimasi ketika gagal memastikan keamanan warganya. Terlebih jika aparat negara justru menjadi penyebab hilangnya nyawa rakyat,” tegas Rahim, Mahasiswa Hukum di Makassar, Minggu (31/08/25).
Menurut Rahim, tragedi ini tidak bisa dipandang sebagai kasus insidental semata.
Ia merupakan bagian dari pola lebih besar yang menunjukkan buruknya tata kelola keamanan nasional. Mulai dari meningkatnya konflik horizontal, lemahnya penegakan hukum terhadap tindak kejahatan transnasional, hingga penggunaan aparat secara berlebihan dalam menghadapi masyarakat sipil.
Semua itu menandakan bahwa negara gagal menempatkan rakyat sebagai subjek utama yang harus dilindungi.
“Jika aparat negara yang dibiayai dari pajak rakyat justru menjadi ancaman bagi nyawa rakyat sendiri, maka itu adalah pengkhianatan terhadap amanat konstitusi. Dalam kerangka akuntabilitas demokrasi, Presiden Prabowo tidak lagi punya alasan untuk bertahan,” ujar Rahim.
Rahim menilai, amanah kepemimpinan bukanlah hak milik pribadi, melainkan kontrak sosial yang lahir dari konstitusi. Ketika kontrak itu dikhianati, maka jalan paling bermoral adalah mundur.
Bagi mereka, desakan mundur bukan sekadar ekspresi emosi, melainkan konsekuensi logis dari prinsip demokrasi modern.
Kegagalan pemerintah menjaga keamanan juga berdampak langsung pada kepercayaan internasional terhadap Indonesia. Laporan-laporan HAM dari berbagai lembaga dunia menunjukkan bahwa eksesifnya penggunaan aparat negara di Indonesia menjadi perhatian global.
Bahkan, dalam indeks keamanan global, posisi Indonesia tidak berada pada kategori aman bagi warga sipil. Hal ini memperkuat argumen bahwa kegagalan tersebut bukanlah persepsi semata, melainkan fakta yang diakui di tingkat internasional.
“Di era modern ini, legitimasi tidak hanya ditentukan oleh hasil pemilu, tetapi juga oleh konsistensi pemerintah dalam menjaga hak-hak asasi warganya. Jika hak hidup, yang merupakan hak paling mendasar, gagal dijamin, maka segala bentuk legitimasi politik kehilangan dasar pijaknya,” ucap Rahim dengan tegas.
Dalam pandangan mahasiswa hukum, mundurnya seorang presiden ketika gagal menjalankan mandat bukanlah aib, melainkan tindakan ksatria.
Mereka mencontohkan sejumlah pemimpin dunia yang rela melepaskan jabatan demi menyelamatkan martabat bangsa dan mengembalikan kepercayaan rakyat.
“Indonesia adalah negara demokrasi. Presiden harus tunduk pada prinsip demokrasi itu sendiri. Jika rakyat sudah kehilangan rasa aman dan percaya, maka tidak ada pilihan lain selain meletakkan jabatan,” pungkas Rahim.
Mahasiswa hukum di Makassar menutup pernyataannya dengan seruan moral: jabatan presiden bukan warisan, bukan hak milik pribadi, melainkan amanah rakyat yang harus dijaga dengan integritas.
Jika amanah itu diabaikan, maka mempertahankan kekuasaan hanya akan memperdalam krisis legitimasi sekaligus mencoreng citra Indonesia di mata dunia.
Haeril