FOXLINE NEWS
Mode Gelap
Artikel teks besar

Kolaka Utara: Di Balik Kilau Nikel, Tangis Alam dan Penderitaan Rakyat


OPINI, Foxnesia.com - Pembangunan nasional dan agenda hilirisasi nikel yang digaungkan pemerintah pusat telah menjadikan wilayah timur Indonesia, khususnya Sulawesi Tenggara, sebagai ladang eksploitasi sumber daya alam demi kemajuan ekonomi. 

Namun di balik kemajuan tersebut, masyarakat tropis yang telah hidup ratusan tahun dengan bercocok tanam, beternak, dan melaut, justru menjadi korban dari perubahan besar yang tidak manusiawi.

Transformasi cara hidup masyarakat lokal di Sulawesi Tenggara, khususnya di Kabupaten Kolaka Utara, berlangsung begitu masif. Dari yang dulunya hidup harmonis dengan alam, kini dipaksa beradaptasi dengan industri ekstraktif yang rakus dan merusak. Pergeseran budaya bertahan hidup ini bukanlah hal mudah bagi masyarakat tropis yang sangat bergantung pada keberlanjutan alam.

Masalah paling mencolok dari aktivitas pertambangan di Kolaka Utara adalah kerusakan lingkungan yang masif. Padahal, konstitusi kita dalam Pasal 28H Ayat (1) UUD 1945 secara tegas menjamin hak setiap warga negara untuk hidup dalam lingkungan yang baik dan sehat. Namun hari ini, hak tersebut telah direduksi menjadi nostalgia. Eksploitasi besar-besaran atas nama transisi energi dan pengurangan emisi karbon justru menimbulkan bencana ekologis bagi masyarakat lokal.

Kolaka Utara memiliki cadangan nikel yang diperkirakan mencapai 2,76 miliar ton, menjadikannya target empuk para pemodal besar. Namun kekayaan tersebut tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan rakyatnya. Hasil alam yang melimpah justru hanya menguntungkan para borjuasi kapitalis, sementara masyarakat lokal perlahan sekarat dalam bayang-bayang pencemaran udara, air, dan tanah.

Saya adalah putra asli Kecamatan Batu Putih, Kolaka Utara. Ketika saya kembali dan melakukan tinjauan langsung ke lapangan, hati saya pilu. Saya menyaksikan sendiri udara yang tak lagi segar, jalan poros provinsi dipenuhi dengan debu tambang berterbangan akibat lalu lalang truk pengangkut ore nikel, serta limbah tambang yang mencemari pemukiman warga, laut dan tanah pertanian. 

Jika hal ini terus dibiarkan, saya membayangkan betapa mengerikannya kondisi hidup generasi kami dalam 10 hingga 20 tahun ke depan. Hutan hijau, laut biru, dan terumbu karang yang dahulu menjadi kebanggaan, mungkin tinggal cerita dalam buku sejarah.

Masalah tidak berhenti di situ. Ketika saya melakukan advokasi lingkungan dan mendorong kesadaran masyarakat untuk bersuara, saya justru dihadapkan pada konflik horizontal. Sebagian masyarakat yang mendukung pertambangan karena iming-iming lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi daerah melakukan aksi demonstrasi menentang gerakan kami. 

Namun pertanyaan besarnya adalah: sejauh mana kontribusi tambang terhadap kesejahteraan masyarakat lokal? Di tengah gegap gempita eksploitasi, infrastruktur dasar masih jauh tertinggal, kualitas hidup memburuk, dan kesehatan masyarakat terancam.

Dinas Lingkungan Hidup, Pemerintah Daerah, dan Aparat Penegak Hukum tidak boleh tinggal diam. Pengawasan terhadap aktivitas pertambangan harus diperketat. Tambang ilegal harus ditindak tegas, dan perusahaan tambang yang tidak mematuhi kaidah reklamasi dan reboisasi harus dikenai sanksi berat. Tanpa langkah konkret, kita akan kehilangan lebih dari sekadar sumber daya—kita kehilangan masa depan.

Hari ini, suara kami adalah jeritan bumi yang terluka. Dan sebagai anak negeri, saya tidak akan tinggal diam melihat tanah kelahiran saya hancur oleh kerakusan yang dibungkus kemajuan.

Sudah saatnya negara hadir bukan sebagai fasilitator kepentingan modal, tetapi sebagai pelindung hak-hak warga dan alam. Pemerintah pusat dan daerah mesti berhenti menutup mata terhadap dampak sistemik yang ditimbulkan oleh aktivitas tambang. 

Kolaka Utara tidak butuh pembangunan yang mengorbankan rakyat dan lingkungan. Yang dibutuhkan adalah kebijakan berkeadilan ekologis—yang menempatkan manusia dan alam sebagai pusat pertimbangan. Sebab jika bumi sudah tak sanggup lagi menopang kehidupan, maka tak ada kemajuan yang bisa dirayakan.

Penulis : Askal/Sulla (Putra Daerah Kolaka Utara)

*Tulisan tanggung jawab penuh penulis*

Tutup Iklan
Hubungi Kami untuk Beriklan