Tepatkah RUU Perampasan Aset Dalam Memberantas Korupsi ?
Oktober 07, 2025
OPINI, Foxnesia.com - Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset menjadi salah satu langkah penting dalam memperkuat Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
RUU ini mengatur mekanisme penyitaan asset milik seseorang yang diduga terlibat tindak pidana, bahkan tanpa harus menunggu adanya putusan pidana terhadap pelaku.
Artinya, negara dapat melakukan perampasan asset hasil kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang bersifat non-conviction based, atau tidak bergantung pada penghukuman berlaku terlebih dahulu.
Paradigma hukum yang ditawarkan RUU ini merupakan terobosan baru. Selama ini, aparat penegak hukum kerap menemui kendala ketika tersangka kasus tindak pidana korupsi meninggal dunia, melarikan diri, atau tidak dapat ditemukan.
RUU perampasan asset memberikan ruang bagi negara untuk tetap mengeksekusi asset hasil kejahatan, sehingga proses pemulihan kerugian negara tidak lagi tersandera oleh status hukum pelaku
RUU ini menggunakan dua pendekatan utama. Pertama, Non-Conviction Based Asset Forfeiture, yakni perampasan aset tanpa menunggu putusan pengadilan terhadap orangnya.
Kedua, Unexplained Wealth, atau perampasan terhadap kekayaan yang tidak dapat dijelaskan asal-usulnya secara sah. Pendekatan ini bersifat in rem, yakni fokus pada objek (aset) daripada subjek (pelaku).
Dengan mekanisme seperti ini, negara memiliki instrumen yang lebih efektif dalam menelusuri dan memulihkan aset hasil tindak pidana.
Tujuan besar dari RUU Perampasan Aset adalah memulihkan kerugian keuangan negara, mencegah pelaku menikmati hasil kejahatan, serta mengembalikan aset ilegal kepada masyarakat atau pihak yang dirugikan.
Selain itu, regulasi ini juga diharapkan dapat mempercepat penanganan kasus korupsi dan pencucian uang, meningkatkan kepercayaan publik terhadap hukum, dan memperkuat stabilitas ekonomi nasional dengan mengurangi praktik korupsi yang merugikan negara.
Meski membawa semangat positif, pembentukan RUU Perampasan Aset tidak boleh mengabaikan prinsip-prinsip hukum yang sudah berlaku.
Regulasi yang kuat dan komprehensif memang sangat dibutuhkan, tetapi juga harus memastikan adanya kepastian hukum dan perlindungan terhadap hak-hak individu.
RUU ini harus mampu menjembatani kepentingan antara efektivitas penegakan hukum dan penghormatan terhadap prinsip keadilan.
Kita tahu bahwa korupsi di Indonesia bukan hanya merusak keuangan negara, tapi juga menggerus moralitas bangsa secara sistematis.
Karena itu, tindak pidana korupsi dikategorikan sebagai extraordinary crime kejahatan luar biasa yang membutuhkan penanganan luar biasa pula.
Fakta bahwa nilai aset yang berhasil dikembalikan kepada negara masih jauh dari kerugian yang ditimbulkan, mempertegas urgensi kehadiran RUU ini.
Namun, pembahasan RUU Perampasan Aset tidak lepas dari pro dan kontra. Sebagian pihak berpendapat bahwa substansi RUU ini tumpang-tindih dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang sebenarnya sudah mengatur mekanisme perampasan aset pelaku korupsi.
Kekhawatiran ini muncul agar tidak terjadi benturan norma antar peraturan yang justru dapat melemahkan efektivitas penegakan hukum.
Di sisi lain, banyak juga yang berpandangan bahwa RUU ini perlu segera disahkan untuk mengisi kekosongan hukum yang masih ada.
Selama ini, proses penyitaan aset hasil kejahatan sering terhambat karena keterbatasan regulasi. Dengan adanya RUU Perampasan Aset, diharapkan penegak hukum memiliki dasar hukum yang lebih kuat dan prosedur yang lebih cepat dalam memulihkan kerugian negara.
Perdebatan tersebut menunjukkan bahwa pembahasan RUU ini merupakan refleksi penting bagi pembaruan sistem hukum nasional.
Masyarakat tentu berharap, RUU Perampasan Aset tidak berhenti pada tataran wacana, tetapi benar-benar diwujudkan menjadi instrumen hukum yang adil, transparan, dan akuntabel.
Karena itu, pemerintah dan DPR perlu memastikan bahwa proses pembentukannya dilakukan secara terbuka dengan melibatkan partisipasi publik.
Keterlibatan masyarakat dalam setiap tahap pembahasan hingga pengesahan menjadi kunci agar regulasi ini mendapat legitimasi sosial yang kuat.
Transparansi dan partisipasi publik bukan hanya soal prosedur, tetapi juga bentuk tanggung jawab moral negara terhadap rakyatnya.
RUU Perampasan Aset kini telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2025–2026. Ini menjadi momentum penting untuk mempercepat pembaruan hukum dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Publik menaruh harapan besar bahwa regulasi ini akan segera disahkan dan dijalankan dengan itikad baik, sehingga pemberantasan korupsi tidak hanya menjadi slogan, tetapi nyata memberi manfaat bagi bangsa dan negara.
Penulis : Dr. Herman, S.H.,M.Hum
(Anantakupa.law)
Tulisan Tanggung Jawab Penuh Penulis