Telah Berlabuh: Jejak yang Tak Akan Usai
September 20, 2025
OPINI, Foxnesia.com - Waktu terus berputar. Detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam berlalu. Tapi kenangannya akan abadi untuk selamanya.
Saya heran kenapa bisa bertemu dengan mereka. Apakah ini sebuah takdir yang ditulis oleh tuhan untuk kita? bisa saja. Saya heran kenapa tidak bisa move on dari mereka. Padahal mereka sangat menyebalkan.
Seperti di awal, saya menaruh harapan besar ke “Kapal Kecil” itu. Walhasil kami berhasil melalui huru-hara di desa yang istimewa itu —Desa Nepo, Kecamatan Mallusetasi, Kabupaten Barru. Bersyukur ditempatkan di desa itu selama 45 hari kurang lebih.
Banyak yang terjadi. Mager kerja proker, saling berharap, meninggikan egonya sendiri dan masih banyak hal di luar ekspektasi. Kendati begitu, kami tetap jalankan dengan candaan dan marah-marah sedikit.
Mereka baik, kalau lagi baik, tapi menyebalkan juga kadang-kadang. Apalagi saya, pasti lebih menyebalkan dari sebelas orang yang ada di posko. Kerja saya hanya tidur, bolos ke Kecamatan, banyak berbual, mengeluh, berkomentar tanpa otak.
Minggu pertama kami sangat mulus. Kami observasi ke kerumah warga, berbincang-bincang dengan mereka dan merancang program kerja tentunya.
Awal yang baik bukan? hahahaha
Tidak hanya itu, kami juga sering bercanda saat makan, pas mau turun observasi pun kami sangat bahagia. Tapi lebih lucunya, ketika evaluasi dan briefing semua mendadak jadi tegang terutama Andi Resty Purnama Ashar —Bundahara Posko 4.
Nur Halimah, Husnaeni, Andi Irmayanti, Faradilla Mulyasari cuman diam saja. Ummu Jayida dengan vokalnya di forum, Rismawana sibuk menyimak, Syaira Putri Ramadhani alias Ibu Dokter posko yang paling perhatian sama kesehatannya teman-teman posko. Fyi semua penyakit obatnya cuman Parasetamol.
M Arfah dan Muh Sahrul Gunawan sebagai Pelawak Posko. Terakhir, Nurullailil Garrai Syarifuddin alias Ibunda posko yang senantiasa mengingatkan jadwal proker, mengurus surat, jadi pelawak kadang-kadang dan pakbal orangnya. Minggu pertama kami bahagia bukan?
Masuk di minggu kedua kami memulai proker dan membantu warga untuk latihan Pramuka, gerak jalan dan tari-tarian —kayaknya. Kegiatan sehari-harinya berlanjut sampai ke minggu ketiga.
Perjalanan yang mulus, hingga masuk di minggu keempat. Minggu yang sangat amat banyak rintangannya. Mulai dari malas kerja proker, ngaret waktu, lama make up dan meninggikan egosentris masing-masing. Kendati begitu, semuanya aman-aman aja. Pada akhirnya selesai juga.
Mengakhiri minggu kelima atau minggu terakhir di Desa Nepo, kami mengadakan Ramah Tamah yang sangat amat meriah. Antusias para warga dan anak-anak datang dan berbahagia di Ramah Tamah kami. Suatu kebanggaan juga Bapak Camat Mallusetasi datang malam itu di acara kami dan ikut meriahkan juga tentunya.
Mungkin itu rentetan kegiatan yang kayaknya produktif kami lakukan selama KKN di Desa Nepo.
Sebenarnya yang buat saya tidak bisa melupakan momen-momen ini bukan karena kegiatan yang kami lakukan. Tetapi karena warganya yang sangat antusias menyambut dan menjamu kami layaknya warga di Desa Nepo. Padahal kami datang cuman sebagai tamu dan akhirnya kami dianggap seperti layaknya keluarga.
Bingung dengan apa yang saya rasakan. Rasanya campur aduk dan banyak hal yang tidak bisa saya ungkapkan dengan sebuah tulisan.
Yang pada intinya, saya rindu suasana posko. Rindu candaannya, bahagianya, sedihnya dan masakan posko yang begitu-begitu saja.
Saya tidak lagi mendengar “Nyala mi air?”, “Sudah ji cuci piring?”, “We Lelaki”, “Jangan balek”, “Ehem-ehem”, “Pi beli galon dulu”, “Jangan terlalu lama diluar”, “Makan, Makan” dan masih banyak lagi yang saya rindukan.
Memang tidak bisa diulang kembali, tapi kalau dikasih satu kesempatan, saya ingin kembali ke desa itu dan membuat banyak momen-momen indah dengan 11 orang yang menyebalkan itu.
Terimakasih sudah bertahan sejauh ini, terimakasih sudah kuat menjalani semuanya dan terimakasih sudah mengukir kisah-kisah yang menyenangkan.
Pada akhirnya, kita sudah lalui derasnya ombak, terjangnya karang serta kencangnya angin di laut lepas. Kapal Kecil itu sudah berlabuh dengan selamat.
Terima kasih telah menunjukkan bahwa KKN bukan sekedar kewajiban, melainkan kisah yang layak dikenang. Bahkan jika nanti masanya sudah usai, jejak kenangan ini akan tetap hidup sebagai bagian indah dari perjalanan kita.
Penulis : Sappe
Mahasiswa KKN UINAM
*Tulisan tanggung jawab penuh penulis*